Telusur.news, KOTAMOBAGU — Meninggalnya pasien pasca operasi Caesar di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Kotamobagu gemparkan public.
Hal tersebut terjadi akibat keluarga korban yang merasa tidak terima atas meninggalnya pasien pasca dilakukannya operasi Caesar yang dilakukan pada Senin 4 Agustus 2025.
Keluarga pasien kemudian mulai melakukan protes dan aksi mereka sengaja disiarkan di media Facebook dengan melakukan siaran langsung.
Video yang beredar di media sosial Facebook tersebut kemudian menimbulkan beragam reaksi public.
Bahkan tak sedikit yang menyuarakan jika pasien meninggal akibat adanya dugaan kelalaian pihak RSUD KK.
Kepala Seksi Pelayanan Medik RSUD Kota Kotamobagu. dr. Angel Yecylia menegaskan bahwa yang dilakukan oleh pihaknya sudah sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP).
- Angel juga meluruskan jika tudingan public yang mengatakan jika tidak ada rujukan dari RSUD KK seperti yang diminta oleh pihak keluarga adalah tidak benar.
Menanggapi hal tersebut, pihak RSUD Kota Kotamobagu bersama dokter terkait melakukan konferensi pers untuk meluruskan informasi menyimpang terkait dengan yang meninggal pasca operasi Caesar.
Kepala Seksi
Kronologi
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga yang hamil di usia 37 tahun merupakan warga Desa Langagon.
Menurut keterangan dr. Tarti Manoppo, M.Kes., SpOG, pasien telah memeriksa kehamilan di tempat prakteknya sebanyak 2 kali dan pada tanggal 28 Juli 2025, pasien memeriksa kehamilan yang terakhir kalinya.
Pada pemeriksaan terakhir, tekanan darah pasien 140/100 hingga dr. Tarti menjelaskan kondisi yang dialami pasien saat itu.
“Saya langsung memberikan obat, saya bilang ibu ini ada darah tinggi dan pasien menjawab iya kayaknya dok seperti itu tapi saya tidak tau,” ucap dr. Tarti kepada awak media saat melakukan konferensi pers pada Kamis, 7 Agustus 2025 di RSUD Kota Kotamobagu.
Saat memeriksakan kehamilan di tempat prakteknya, dr. Tarti pun sudah menjelaskan kepada pasien dan keluarga bahwa kehamilan di usia tersebut memang sudah resiko tinggi terlebih jika ada riwayat hipertensi termasuk perdarahan di meja operasi.
Dari semua resiko yang ada, dr. Tarti bahkan menjelaskan jika tidak menutup kemungkinan juga bisa terjadi kematian di atas meja operasi.
Ketika mendengar penjelasan dari dokter, keluarga mengatakan akan pulang berunding terkait dengan persalinan nanti.
Mendengar keputusan pasien, dr. Tarti tidak memberikan surat rujukan masuk RSUD saat itu hingga pasien masuk pada Minggu, 3 Agustus 2025.
Saat masuk RS, pasien tidak membawa surat pengantar dan hanya membawa hasil Ultrasonografi (USG).
- Tarti mengatakan jika pasien masuk 1 hari sebelum diambil tindakan hingga masih ada kesempatan untuk pasien dan pihak keluarga berunding terkait dengan proses persalinan apakah akan akan melahirkan secara normal maupun secara SC.
Meski demikian dr. Tarti pun masih terus menjelaskan kepada pasien dan pihak keluarga bahwa semua Tindakan pasti memiliki resiko.
Mengingat pasien memiliki riwayat hipertensi dan berada di usia yang memang beresiko tinggi.
“Ibu sudah usia 37 tahun. Itu high risk pregnancy atau kehamilan yang sangat beresiko.” Ucap dr. Tarti.
Pada Minggu malam, semua persiapan sudah dilakukan termasuk dengan darah yang dibutuhkan yaitu sebanyak 2 kantong.
Saat itu darah yang disediakan oleh pihak keluarga hanya 1 kantong dan mereka sudah menyiapkan pendonor.
Pasien kemudian melakukan penandatanganan yang artinya siap untuk diambil tindakan.
Saat dilakukan proses operasi, dr. Tarti mengatakan jika pasien dalam keadaan stabil, anak sudah keluar dan pasien bahkan sempat bertanya jenis kalamin bayinya yang ternyata perempuan.
Pasien pun sempat mengucapkan Alhamdulillah pasca mengetahui jenis kelamin anaknya.
Anak yang dilahirkan secara SC ini adalah anak ke 4 dari pasien hingga pasien sengaja meminta dr. Tarti untuk dilakukan steril.
Ketika proses sudah hampir selesai yakni sudah sampai pada tahap jahit bagian kulit luar, tiba-tiba pasien mengalami semacam henti jantung.
“Dan saya tetap fokus di saya punya tugas, kan menyelesaikan. Tidak ada perdarah sama sekali.” Ucap dokter.
- Angel memberikan penjelasan lanjutan bahwa terkait dengan pasien yang tiba-tiba mengalami henti jantung di meja operasi.
Menurut dokter serangan jantung bisa terjadi kapan saja dan tidak bisa diprediksi.
Hal itu tidak hanya terjadi pada pasien yang sakit namun juga bisa terjadi pada mereka yang terlihat sehat dan bahkan sedang beraktifitas.
Hingga senin sore, pasien tidak kunjung sadar dan pihak keluarga meminta agar pasien dirujuk ke Manado untuk penanganan lebih lanjut.
Tudingan yang sedang ramai adalah pihak RSUD KK tidak memberikan rujukan ketika keluarga pasien meminta-minta agar pasien dirujuk ke RS yang ada di Manado.
Tudingan tersebut langsung dibantah oleh dr. Angel yang menurutnya pihak rumah sakit sudah merujuk di 5 rumah sakit yang ada di Manado dalam beberapa hari terakhir.
Adapun ke 5 Rumah Sakit tersebut adalah RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado, RS Siloam Manado, RS Centra Medika, RS Dr. J. H. Awaloei dan RSUD ODSK.
Bahkan direktur RS pun sudah menghubungi via telp di beberapa RS yang ada di Manado untuk berusaha berupaya merujuk pasien dimaksud.
Namun sayangnya hingga Kamis, 8 Agustus 2025, semua RS rujukan masih berstatus full.
Pasien meninggal dunia pada Kamis, 8 Agustus 2025, dan pihak RSUD Kota Kotamobagu telah menjelaskan melalui konferensi pers bahwa tidak ada kelalaian dari pihak RS seperti yang ramai ditudingkan.
Pihak RS mengatakan jika mereka memiliki catatan medis pasien lengkap dengan surat pernyataan.
YN
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.