DP3A Kotamobagu Gelar Pelatihan Manajemen Kasus untuk Perkuat Penanganan Kekerasan Perempuan dan Anak
Pelatihan dua hari ini dibuka Kadis DP3A Sarida Mokoginta dan bertujuan meningkatkan kapasitas lembaga layanan dalam menangani kasus kekerasan di Kotamobagu.
Telusur.news, KOTAMOBAGU – Pemerintah Kota Kotamobagu melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Kotamobagu menggelar Pelatihan Manajemen Kasus bagi Lembaga Penyedia Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak Tahun 2025.
Kegiatan ini dibuka langsung oleh Kepala DP3A Kotamobagu, Sarida Mokoginta, dan akan berlangsung mulai Rabu–Kamis, 19–20 November 2025, bertempat di Hotel Sutan Raja Kotamobagu.
Dalam sambutannya, Sarida Mokoginta menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak masih menjadi persoalan yang serius dan membutuhkan perhatian bersama.
“Seperti yang kita ketahui bersama, kekerasan terhadap perempuan dan anak masih terus terjadi di negara yang kita cintai ini,” ujarnya.
Ia memaparkan data dari Simfoni PPA Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, yang mencatat bahwa sejak 1 Januari hingga 18 November 2025, terdapat 23.844 perempuan yang menjadi korban kekerasan. Sementara itu, korban kekerasan pada anak mencapai 5.930 kasus, dengan 93 persen korbannya merupakan anak di bawah umur.
Di tingkat daerah, berdasarkan data BKJPPA Kota-Kota Mubangu, terdapat 109 kasus kekerasan yang masuk dan sedang dalam penanganan hingga periode 1 Januari hingga 31 Oktober 2025. Dari jumlah tersebut, 57 merupakan korban anak dan 20 korban perempuan.
Menurut Sarida, data ini menunjukkan bahwa kekerasan memiliki dampak luas terhadap korban, baik secara fisik, psikis, sosial, maupun masa depan mereka. Ia menegaskan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak adalah pelanggaran hak asasi manusia yang berdampak jangka panjang bagi keluarga dan masyarakat.
Ia menjelaskan bahwa kekerasan dapat terjadi dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, maupun komunitas, dengan bentuk yang beragam seperti kekerasan fisik, psikis, seksual, hingga ekonomi. Para korban juga sering kesulitan keluar dari situasi berbahaya karena tekanan ekonomi, ancaman dari pelaku, dan stigma sosial.
Sarida menyampaikan bahwa upaya penanggulangan kekerasan membutuhkan pendekatan komprehensif dan kolaboratif, melibatkan pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, hingga individu. Berbagai regulasi dan lembaga layanan telah dibentuk pemerintah, namun tantangan seperti rendahnya kesadaran masyarakat, lemahnya penegakan hukum, serta terbatasnya sumber daya masih menghambat penanganan kasus.
Ia kemudian menyebutkan empat langkah strategis yang perlu diperkuat, yakni:
Mengubah norma sosial dan budaya yang menoleransi kekerasan.
Meningkatkan kualitas layanan bagi korban, meliputi kesehatan, psikologis, pendampingan, dan hukum.
Memperkuat kerja sama lintas sektor agar pencegahan dan penanganan lebih efektif.
Mendorong pemberdayaan perempuan dan anak, agar mampu melindungi diri dan lingkungan.
Sarida menekankan bahwa penanganan kasus kekerasan tidak dapat dilakukan secara parsial, melainkan membutuhkan pendekatan terpadu dan berkelanjutan.
“Kerja sama dan komitmen dari seluruh pihak sangatlah penting agar setiap kasus kekerasan dapat tertangani secara cepat dan tepat,” ujarnya.
Ia berharap melalui pelatihan ini, peserta mampu meningkatkan kapasitas dalam memahami alur manajemen kasus, mulai dari identifikasi, asesmen, intervensi, pendampingan, hingga pemulihan korban. Kegiatan ini juga diharapkan memperkuat jejaring antar-lembaga sehingga koordinasi penanganan kasus dapat berjalan lebih cepat, tepat, dan efisien.
Turut hadir pada pelatihan ini, Dansubdenpom Kapten Cpm Riki Aditya Perkasa, Kepala Seksi Tindak Pidana Umum (Kasi Pidum) Kejaksaan Negeri (Kejari) Kotamobagu, Ariel Pasangkin, KBO Reskrim, IPDA Irwan Pakaya dan unsur lainnya.
YN
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.